Senin, 22 Juli 2013

Yon Gondrong, One Man Band dari Bali

Belum Tergoda Tawaran Tampil Reguler
MENJADI seorang pemain band tunggal, memberi kepuasan tersendiri bagi seniman macam Yon Gondrong. Terlebih sambutan masyarakat cukup memuaskan, setidaknya untuk hiburan dan satu bentuk kreativitas. Walau demikian, one man band di Bali ini merasa masih “sendiri”.

Yon Gondrong, one man band dari Bali
Apakah memang berat “menularkan” konsep pemain band tunggal ini kepada yang lain? “Ya memang lumayan berat, karena umumnya musisi kita kan inginnya tampil keren atau elegan di panggung. Nah one man band kesannya kan seni musik rendahan, dan identik di jalan,” tuturnya.

Walau demikian Yon tetap semangat untuk menjadikan dirinya seorang one man band (OMB). Alasan utamanya, ingin menanamkan cara berkesenian sederhana tapi berkelas, tanpa harus mewajibkan peralatan mahal dan panggung mewah. Pandangan ini muncul mengacu pada anak-anak muda – termasuk kedua anaknya yang menjadi pemain piano – yang kerap terpaku pada orientasi untuk punya alat-alat yang mahal untuk bermusik. Walau toh ke depannya belum tentu akan jadi musisi juga.

Hingga saat ini, di Bali bahkan mungkin di Indonesia, bisa jadi Yon Gondrong adalah satu-satunya OMB yang ada. Dalam melakoni aktivitas berkesenian, seorang diri Yon memboyong 12 instrumen musik, memainkannya, sekaligus menyanyi. Ia mencoba merakit alat musik yang akan dimainkan. Awalnya hanya bass drum dan hi head saja, lalu terus berlatih memainkannya dengan kondisi alat yang digendong. Kemudian tambah satu per satu, hingga sekarang ia bisa memainkan 12 alat secara bersamaan. Alat yang kini selalu diboyong dan melekat dengan tubuhnya adalah harmonika, pan flute, kazzo, trumpet, gitar, juga perkusi set drum.

Pria 43 tahun yang sempat menjajal ajang pencarian bakat di salah satu stasiun televisi nasional di Jakarta ini mulai tertarik menjadi OMB setelah datang dari Hamburg 2007. Saat bertandang ke negeri itu, ia sempat berkumpul dengan seniman jalanan di sana, mencoba ngamen juga, salah satunya one manband. “Saya tertarik dengan format OMB karena tidak ada habisnya utk berinovasi. Artinya seperti alat saya yang sudah 12 bawa instrumen pun masih selalu kepikiran untuk menambah apa lagi. Kebetulan juga tiap pemain OMB di seluruh dunia formatnya berbeda-beda,” ceritanya.

Diceritakan, OMB sudah ada sejak era Perang Dunia II, hanya alat-alat musiknya yang berbeda. Saat ini diperkirakan ada sekitar 500 OMB di seluruh dunia. Pria asal Malang yang sudah 21 tahun tinggal di Bali ini mengaku tertarik melakoni OMB karena konsepnya banyak tantangan. Mulai dari faktor kesulitan merakit alat yang akan dimainkan, lalu memainkan semuanya. Hal ini selain menarik juga cocok dengan tujuannya, bermusik untuk kegiatan sosial, bukan semata-mata untuk curi uang.

“Menurut saya, kebahagiaan seniman adalah jika karyanya bisa menginspirasi orang lain. Saya tidak berharap ditiru tapi semoga semoga bisa mengispirasi, karena seni itu luas banget. Di Bali saya juga menemukan teman yang inovatif, pak Gusti dari Tabanan yang memainkan rindik piano. Bisa disebut dua dia one man show rindik,” ujar pria yang sehari-harinya punya pekerjaan di bidang landscaping ini.

Ditambahkan, ia sangat respek dengan siapa saja yang menjunjung tinggi kreativitas, trampil dan mau berusaha, karena jika bisa melakukan itu bukan tak mungkin akan bisa hidup di manapun kita tinggal. Sebagai OMB, kini beberapa tempat hiburan dan kafe maupun bar yang meminta Yon Gondrong untuk main regular. Namun ia sendiri mengaku belum siap karena prinsipnya masih tetap sama, bermusik untuk sosial. *adn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar