Belum
Tergoda Tawaran Tampil Reguler
MENJADI
seorang pemain band tunggal, memberi kepuasan tersendiri bagi seniman macam Yon
Gondrong. Terlebih sambutan masyarakat cukup memuaskan, setidaknya untuk
hiburan dan satu bentuk kreativitas. Walau demikian, one man band di Bali ini merasa masih “sendiri”.
Yon Gondrong, one man band dari Bali |
Apakah
memang berat “menularkan” konsep pemain band tunggal ini kepada yang lain? “Ya
memang lumayan berat, karena umumnya musisi kita kan inginnya tampil keren atau
elegan di panggung. Nah one man band
kesannya kan seni musik rendahan, dan identik di jalan,” tuturnya.
Walau
demikian Yon tetap semangat untuk menjadikan dirinya seorang one man band (OMB). Alasan utamanya, ingin
menanamkan cara berkesenian sederhana tapi berkelas, tanpa harus mewajibkan
peralatan mahal dan panggung mewah. Pandangan ini muncul mengacu pada anak-anak
muda – termasuk kedua anaknya yang menjadi pemain piano – yang kerap terpaku
pada orientasi untuk punya alat-alat yang mahal untuk bermusik. Walau toh ke
depannya belum tentu akan jadi musisi juga.
Hingga saat
ini, di Bali bahkan mungkin di Indonesia, bisa jadi Yon Gondrong adalah satu-satunya
OMB yang ada. Dalam melakoni aktivitas berkesenian, seorang diri Yon memboyong
12 instrumen musik, memainkannya, sekaligus menyanyi. Ia mencoba merakit alat musik
yang akan dimainkan. Awalnya hanya bass drum dan hi head saja, lalu terus berlatih memainkannya dengan kondisi alat
yang digendong. Kemudian tambah satu per satu, hingga sekarang ia bisa memainkan
12 alat secara bersamaan. Alat yang kini selalu diboyong dan melekat dengan
tubuhnya adalah harmonika, pan flute, kazzo, trumpet, gitar, juga
perkusi set drum.
Pria 43 tahun
yang sempat menjajal ajang pencarian bakat di salah satu stasiun televisi
nasional di Jakarta ini mulai tertarik menjadi OMB setelah datang dari Hamburg
2007. Saat bertandang ke negeri itu, ia sempat berkumpul dengan seniman jalanan
di sana, mencoba ngamen juga, salah satunya one
manband. “Saya tertarik dengan format OMB karena tidak ada habisnya utk
berinovasi. Artinya seperti alat saya yang sudah 12 bawa instrumen pun masih
selalu kepikiran untuk menambah apa lagi. Kebetulan juga tiap pemain OMB di
seluruh dunia formatnya berbeda-beda,” ceritanya.
Diceritakan,
OMB sudah ada sejak era Perang Dunia II, hanya alat-alat musiknya yang berbeda.
Saat ini
diperkirakan ada sekitar 500 OMB di seluruh dunia. Pria asal Malang yang sudah
21 tahun tinggal di Bali ini mengaku tertarik melakoni OMB karena konsepnya banyak
tantangan. Mulai dari faktor kesulitan merakit alat yang akan dimainkan, lalu memainkan
semuanya. Hal ini selain menarik juga cocok dengan tujuannya, bermusik untuk
kegiatan sosial, bukan semata-mata untuk curi uang.
“Menurut
saya, kebahagiaan seniman adalah jika karyanya bisa menginspirasi orang lain.
Saya tidak berharap ditiru tapi semoga semoga bisa mengispirasi, karena seni
itu luas banget. Di Bali saya juga menemukan teman yang inovatif, pak Gusti dari
Tabanan yang memainkan rindik piano. Bisa disebut dua dia one man show rindik,” ujar pria yang sehari-harinya punya pekerjaan
di bidang landscaping ini.
Ditambahkan,
ia sangat respek dengan siapa saja yang menjunjung tinggi kreativitas, trampil
dan mau berusaha, karena jika bisa melakukan itu bukan tak mungkin akan bisa
hidup di manapun kita tinggal. Sebagai OMB, kini beberapa tempat hiburan dan kafe
maupun bar yang meminta Yon Gondrong untuk main regular. Namun ia sendiri
mengaku belum siap karena prinsipnya masih tetap sama, bermusik untuk sosial.
*adn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar