Jumat, 09 Desember 2011

Jun ”Bintang” bakal Manggung di Jepang


* Kuta Poppies Night ”Love From Bali” di Shinjuku
AKHIR tahun 2011 menjadi  sesuatu yang istimewa bagi vokalis grup band Bintang, Jun. Tanpa banyak rencana, tanpa banyak bicara, Jun akan manggung di Jepang. Ia akan main di salah satu tempat hiburan ternama di kota Shinjuku, Club Doctor, 26 Desember mendatang. Nama acara pun dibuat spesial, Kuta Poppies Night  “Love From Bali”.
“Boleh dibilang konsepnya promosi Bali, Balinese style dan sedikit nasional juga. Selain membawakan lagu-lagu hits Bintang, di sana juga akan menyanyikan lagu Indonesia yang dikenal orang Jepang seperti Bengawan Solo,” jelas Jun kepada Bali Music Online.
Untuk penampilannya nanti, Jun akan diiringi teman-teman musisi di Jepang, termasuk Show Seki, gitaris juga arranger Jepang yang kerap datang ke Bali. Kali ini, Jun memang berangkat sendiri, tidak bersama dengan pasukan grup band Bintang. “Siapa tahu ada peluang, kesempatan berikutnya tahun depan Bintang bisa tampil tampil full team,” harapnya.
Dikatakan, tampilnya Jun “Bintang” di negeri Sakura melalui proses yang sudah cukup lama juga. Sebelumnya, Show Seki yang tinggal beberapa saat di Bali, sempat menyaksikan dua video klip Bintang, “Arigatou Made” dan “Sayonara Mata Aimasyou”. Tertarik dengan lagu berbahasa Bali yang dikemas dalam musik modern, dengan beberapa penggal bahasa Jepang tersebut, Show Seki kemudian malah sempat berkolaborasi dengan Bintang dan jegog Suar Agung yang dikomandai “pekak Jegog”, Suwentra dari Jembrana, dalam acara Pesta Kesenian Bali 2010.
Pertemanan dengan Show Seki terus berlanjut, hingga akhirnya musisi yang sudah beberapa kali ke Indonesia dan kerap berdiam di Bali itu mengajak Jun untuk main di Jepang. Meskipun acara pementasan 26 Desember, namun Jun sudah mendahului berangkat pertengahan bulan ini untuk melakukan sejumlah persiapan. Kabar pentas yang sudah pasti dengan beredarnya poster promosi acara, mendorong sejumlah krama Bali yang bekerja di Jepang tertarik untuk menyaksikan langsung penampilan Jun “Bintang” dengan Show Seki.
“Sebetulnya saya ngga mau koar-koar membicarakan soal penampilan di Jepang nanti, takut dianggap berlebihan atau bagaimana. Tapi yang jelas ini kesempatan yang sangat baik dan saya bersyukur bisa membawa lagu berbahasa Bali ke luar negeri,” kata Jun sembari menyebutkan, “pasukan Bintang” yang bekerja di Tokyo sudah ada pula yang booking tiket untuk menyaksikan pertunjukan “Love From Bali”. (adn)

Rabu, 30 November 2011

Rai Klinci, Vokalis Raja Band Meninggal

Raja Band: Rai Klinci (kedua dari kanan, pakai topi)
JAGAD musik pop Bali berduka. Rai Klinci, vokalis juga pendiri Raja Band meninggal dunia, Senin (18/11) lalu. Rai ditemukan meregang nyawa di kamarnya setelah menenggak racun serangga. Nyawanya tak terselamatkan saat dibawa ke RSUD Kapal. Kabar kematian Rai tentu saja mengagetkan sesama musisi dan penyanyi lagu Bali, bahkan tak sedikit yang tidak percaya.

Raja Band (berbeda dengan band nasional yang menggunakan huruf “d” menjadi Radja), muncul di pengujung 2003, bersamaan dengan menjamurnya grup band yang mengusung lagu berbahasa Bali saat itu. Album pertama self titled “Raja” berhasil melejitkan hits seperti “Keliwat Rengka”. Sempat berganti personel, band yang kuat dipengaruhi grup luar semacam Greenday dan Blik 182 ini kemudian merilis album kedua “Joker” di tahun 2006 dengan hits “Buka Nak Buduh”.

Dua kali ditangani salah satu label rekaman lagu Bali kenamaan, untuk album ketiga, Raja dengan formasi Ray Klinci (vokal, gitar), Goes Cungik (gitar), Nick Jempol (bass), dan Goes Mako (drum), mencoba merilis sendiri albumnya di bawah bendera Cawi Production. Muncul album “Tomblos” (2007). Setelah ganti drummer dari Goes Mako ke Mank Donal, terakhir, Raja melepas album “Roda Dua” (2010) dengan lagu unggulan antara lain “Makelo Sing Meketo”.

Kepada Bali Music Online, Ray Klinci yang banyak menggarap lagu untuk Raja Band pernah menyatakan kalau kemunculan Raja Band memang tak lepas dari persaingan antarband lagu Bali yang ketat. Namun lebih dari itu, yang membuat grup ini bertahan karena mereka ingin selalu berkarya, dan tidak mau melewatkan tiap ide yang muncul. Membawa bendera rock alternatif, mereka pun setia mengusung tema lagu bernuansa kritik sosial dan lingkungan, serta tentu saja tema kebebasan dan cinta. Namun jalan hidup memang tak bisa diduga, Raja Band harus berakhir dengan kematian Rai secara mengejutkan. Selamat jalan, Rai Klinci ... (adn)

Selasa, 29 November 2011

Yong Sagita dan Kisah di Balik Lagu “30-11-91”


BAGI penyanyi lagu Bali, Yong Sagita, semua lagu yang pernah ia rekam punya kesan. Namun dari sekian hits yang pernah ia buat, lagu “30-11-91” menjadi lagu kenangan yang punya kisah tersendiri. Ceritanya di tahun 1991, Yong Sagita genap berusia 30 tahun. Sebelum kembali ke Denpasar, merayakan ulang tahunnya, ia sempat mampir di salah satu warung kopi di Sangsit. Ketika melihat yang jualan kopi seorang perempuan cantik saat itulah muncul ide menggarap lagu, dan jadilah “30-11-91”.

Kini, lagu tentang dagang kopi jegeg tersebut genap berumur 20 tahun, dan Yong Sagita sendiri memasuki usia genap setengah abad alias 50 tahun. Walau awalnya penyanyi berkumis tebal ini sambil senyum-senyum agak enggan menyebut usianya. Namun yang jelas ia mengakui, sampai di usia saat ini, dunia musik masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dari jiwanya. Bahkan sekalipun disibukkan dengan usaha mengelola warung makan, ia tetap menyisihkan waktu untuk menyanyi. “Kalau menyanyi susah rasanya ditinggalkan,” ujar Yong yang belum lama bergabung dalam konser tiga bintang bersama Widi Widiana dan Nanoe Biroe.

Yang menarik, meskipun kali ini tergolong ulang tahun istimewa, ulang tahun emas, tak ada kesempatan bagi Yong untuk pesta atau membuat perayaan khusus. Selain harus pulang kampung untuk upacara adat, ia juga harus melayani pesanan yang lumayan untuk warungnya, belum lagi kesempatan manggung di Negara Kamis besok. Walau begitu ia tetap menyediakan waktu bagi teman-teman sesama penyanyi lagu Bali yang ingin bersilaturahmi, sekadar mengucapkan selamat ulang tahun dan bercengkrama. Sebetulnya menandai ulang tahunnya ini pula, Yong Sagita sudah siap meluncurkan album rekaman dengan beberapa lagu baru dan hits lama yang direkam ulang, seperti “Ngipiang Tunangan”, “Semara di Kedisan”, “Ngiler-ngiler”. Namun album ini sendiri mungkin baru bisa dilepas ke pasaran pertengahan Desember, karena masih dalam proses produksi.

Sepanjang kariernya, Yong Sagita juga sempat menjadi salah satu kader salah satu partai politik. Tak heran jika kemudian label partai itu lekat dengan dirinya. Namun belakangan ia memutuskan untuk tidak lagi terlibat di kancah politik. “Sudahlah, saya menyanyi saja. Dengan tidak ikut partai, saya tidak memakai baju partai, saya merasa lebih nyaman karena menjadi milik semua orang,” tegasnya.

 
Yong Sagita mengaku bangga karena kini tak sedikit yang menyebutnya sebagai salah satu penyanyi lagu Bali legendaris. Walau ia mengaku awalnya hanya berpikir jadi seorang sopir saja. “Kalau akhirnya menjadi penyanyi lagu pop Bali dan terjun ke rekaman, saya sangat yakin, hidup ini adalah kehendak. Segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak juga. Karenanya sekarang saya makin enjoy saja menghadapi hidup ini... ya apa adanya,” tandasnya. (adn)

Rabu, 23 November 2011

Tiari Lebih Tenang Manggung Bersama Suami

Tiari menyanyi diiringi sang suami, Lolot

BERMODAL satu lagu “Swalapatresna”, nama Tiari Bintang dikenal di kalangan penikmat lagu Bali. Lagu ini sendiri sudah cukup lama dirilis, hampir dua tahun silam, terangkum dalam album Lolot “Pejalan Idup”. Meskipun mulai punya nama dan mulai tampil mengisi berbagai acara, ternyata Tiari mengaku masih sering belum percaya diri kalau naik panggung.  Apalagi awal-awal lagu tersebut diperkenalkan ke publik. Kenapa?

“Saya merasa suara saya pas-pasan. Ya kan? Suara saya tidak seperti Dek Ulik, Dian atau yang lainnya, yang suaranya oke,” ujar Tiari malu-malu.

Walau merasa begitu, belakangan Tiari mencoba untuk terus melatih rasa percaya diri hingga makin lama sudah lebih berani tampil. ”Walaupun suara pas-pasan, yang membuat saya semangat, teman-teman yang menonton tahu lagu yang saya nyanyikan, dan ikut bareng menyanyikan. Ini yang membuat saya tambah berani tampil,” jelasnya.

Mendapatkan kepercayaan dan pendengar lagu pop Bali, akhirnya mendorong Tiari untuk selalu berusaha lebih baik lagi ke depannya dengan terus berlatih olah vokal. Terlebih lagi sang suami, Lolot, mendukung penuh. Biasanya pagi hari sambil ngopi, Lolot bermain gitar, dan Tiari sambil bersih-bersih menyanyi. Saat di panggung pun, Lolot dengan bangga memperkenalkan penampilan sang istri. Mungkin ini pula yang membuat Tiari berbesar hati. “Biasanya kalau manggung bersama suami, saya lebih tenang,” kilahnya.
Bakat menyanyi Tiari menurun dari sang ayah, Nonok, musisi juga penyanyi lagu pop Bali lawas sebelum era Yong Sagiya, yang dikenal dengan lagunya “Sing Ada Apa De”. Setelah mengisi satu lagu di album Lolot, terakhir Tiari mendapat kesempatan duet bersama Tu Krisna di album terbaru KIS, menyanyikan lagu “Sabar”.

“Duet sama Tu Krisna, saya sempat ngga percaya diri, takut nggak bisa menyanyikan lagunya. Saya nggak pede awalnya, karena sekarang ini KIS menjadi salah satu band lagu Bali ternama di Bali. Saya ngga percaya  saja dipilih untuk mengisi lagu duetnya. Ini mendorong saya ke depannya harus lebih banyak belajar agak makin baik dalam menyanyi,” demikian Tiari. (adn)

Jumat, 18 November 2011

KIS Luncurkan Album "Jahat"

* Berbagi Pengalaman Sekaligus Menghibur

KETIKA Tu Krisna membuat proyek KIS baru di luar grupnya Di Ubud, dan merilis album pertama setahun silam, tak sedikit yang menilai kalau ini hanya iseng belaka. Setidaknya sekadar refreshing dan untuk senang-senang saja. Anggapan tersebut terbantahkan setelah Tu Krisna menunjukkan keseriusan menggarap KIS, terutama untuk album kedua berjudul “Jahat” yang baru saja diluncurkan.
Krisna "KIS"
Penyanyi juga pencipta lagu asal Ubud ini tak memungkiri, respon yang sangat positif terhadap album pertamanya  #1 membuat ia makin terdorong untuk melanjutkan proses kreatif dalam berkarya. Terlebih lagi, sebagian besar lagu di album #1 menjadi hits terutama di kalangan anak muda, seperti lagu “Secret Lover”, “2501”, “Timpal Curhat”, “Dije Adi Jani” dan “Semangat Membara Berjiwa Pemenang”.

Untuk album “Jahat” yang masih diproduseri Wayan Agus Styawan dari Warung Mina Music Production, ada 14 lagu yang masih didominasi dengan lirik berbahasa Bali dan masih mengedepankan tema cinta yang universal, namun tidak murahan dan tidak cengeng. Keseluruhannya masih lekat dengan aransemen musik yang sarat distorsi dalam nuansa rock n’ roll. Walau begitu seperti  yang sudah-sudah, ada juga beberapa lagu dengan tempo dan nuansa slow yang ringan dan format akustik. Untuk album terbaru ini, Tu Krisna masih dibantu Okix Sky (drum) dan Bassma (Bass) yang juga beperan pada pengerjaan album sebelumnya.

“Album ini total saya persembahkan buat fans dan kis yang selalu setia mengikut perjalanan musik saya, selalu men-support saya, dan menjadi sumber inspirasi saya,” kata Tu Krisna kepada Bali Music Online.

Dikatakan, kisah dalam lagu di album “Jahat” lebih banyak mengangkat kisah hidup atau pengalaman pribadi Tu Krisna sendiri. Dengan demikian ia berharap ini seolah-olah menjadi saran atau pengingat baginya dalam menjalani langkah selanjutnya. “Ya mudah-mudahan bisa berbagi pengalaman sekaligus menghibur,” harap Tu Krisna.
Di album “Jahat”, Tu Krisna juga menggandeng penyanyi wanita Tiari Bintang (istri musisi Bali, Lolot) untuk duet, juga penyanyi anak-anak Anisa Malini. Empat lagu dari album ini malah sudah kelar dibuatkan video klipnya, ”Si Bodoh”, “Sabar”, "Gaenang Melah Iraga Megatang” dan “Main Api”. Selain itu juga ada lagu “B.D.K.”, “Jahat”, “Halilintar”, “KIS Lovers”, dan “Sube Peteng Yank “. (adn)

Kamis, 17 November 2011

Bobbers : Musik Rock dan Motor Tua

SCENE musik indie di Bali terus menampilkan dinamika yang menarik. Tak sedikit grup yang sudah kuat mendadak hilang dari peredaran, namun banyak pula grup baru potensial bermunculan. Sebut salah satunya grup yang menamakan diri Bobbers. Grup beraliran rock yang berbasis di Denpasar ini didukung personel Agung Kustoms Mahatma (lead vocal/guitar ), Inox Distortion (guitar/backing vocal ), Gus Epik (bass guitar/backing vocal ), dan  Ayod Hell (drum ).
Grup band Bobbers
Konon nama Bobbers sendiri terinspirasi dari touring klub motor tua. Ketika itu ada satu style motor Bobber kustom dengan desain yang simpel dan tidak berlebihan, bermesin Binter Merzy dengan frame rigid penuh karatan, berbalut pinstripes nan cantik. melintas cukup kencang, dengan suara gahar knalpotnya, tentunya sangat gagah dan banyak orang ingin mengendarai dan bahkan memiliki.

“Dari sana kami mengambil nama Bobbers untuk band kami yang awalnya belum punya nama. Seperti konsep motor Bobber kustom, kami ingin menciptakan konsep musik rock yang simpel, tidak berlebihan alias sederhana apa adanya, namun terasa gagah ketika dimainkan ataupun didengarkan, dan tentu dengan harapan semua orang bisa menikmati musik kami,” papar Agung.

Berbekal kemampuan atau skill bermusik yang apa adanya, berlatih dan berkembang secara otodidak tanpa pernah merasakan “les privat musik”, juga dengan peralatan seadanya, Bobbers mencoba menghasilkan rekaman sendiri. Hingga konsep musik yang mereka inginkan tertuang dalam single berjudul “Burn Out” yang juga sudah dibuatkan video klipnya. Lagu ini sendiri mencoba menggelorakan semangat pendengarnya untuk tetap habis-habisan dalam berkarya , walaupun banyak yang acuh terhadap karya kita.

“Dari proses rekaman lagu hingga proses pembuatan video klip sederhana, kami membuktikan, untuk bermusik tidak mesti kaya raya.  Dukungan teman serta kemauan adalah hal yang terpenting.  Semasih ‘bensin’ masih tersedia, let’s ride your motorbike and losing all your problem man…” tandas Agung. (adn)

Terinspirasi lagu Bintang, Muncul “XP Made in Bali”

LAGU “Made in Bali” membawa berkah tersendiri bagi grup band Bali, Bintang. Walaupun lagu ini dirilis dua tahun silam dari album kelima Bintang, ternyata bisa melejit lagi setelah menjadi inspirasi bagi satu produk ponsel. Ya, “Made in Bali” rupanya menarik produsen ponsel XP Mobile untuk merilis seri produk terbaru "XP Made In Bali". Tak hanya judul, lagu dan video klip “Made in Bali” dijadikan opening tune, dan Bintang sendiri dipercaya sebagai brand ambassador.

Jun Bintang bersama pihak ICE menunjukkan XP Made in Bali
Bagi grup band Bintang, kesempatan terpilih sebagai ikon produk XP Mobile jelas jadi kebanggaan tersendiri yang tak terduga. “Sungguh satu kepercayaan luar biasa, bukan hanya lagu kami yang diminati, tetapi kami juga ditunjuk sebagai model sekaligus ikon produk XP Mobile,” ujar Jun, vokalis Bintang.

Awalnya, Bintang menjadi bintang tamu di acara peluncuran produk motor di ICE Bali Mall. Rupanya penampilan Jun dan kawan-kawan terutama lagu “Made in Bali” menarik pihak XP Mobile. Prosesnya terjadi secara cepat, dari pembicaraan awal mengenai kontrak kerjasama, pembicaraan konsep, hingga penggarapan materi untuk box packaging, jingle, materi iklan dan video klip.

Kristina Melia Rahardjo dari pihak XP menjelaskan, XP Made In Bali terkesan unik dan berbeda dengan produk lain, selain menampilkan opening tone berupa lagu dan video klip dari grup band Bali, juga gratis nya Informasi tentang Bali seperti peta pulau Bali, tempat wisata, hotel, dan lainnya. Dengan harga yang sangat terjangkau, berkisar 5xx ribu rupiah, fisik dan spesifikasi ponsel, juga fitur yang ditawarkan terbilang lengkap dan menggiurkan.

“Ini akan menjadi sesuatu yang lain dari yang lain. Dengan menggandeng musisi Bali yang karyanya sudah dikenal luas di masyarakat, kami berharap produk ini tidak hanya dekat dengan masyarakat di Bali, namun juga bisa menjadi souvenir yang benar-benar beda dari Bali,” jelas Melia.

Menandai peluncuran XP Made in Bali di Bali ICE Mall, Sabtu (19/11) besok, selain penampilan Bintang sebagai brand ambassador, juga dimeriahkan dukungan dari sederetan penyanyi lagu pop Bali lainnya. XP Made in Bali sendiri tak hanya dilepas di Bali, namun juga dipasarkan secara nasional. (adn)

Senin, 14 November 2011

10 Hari Liburan Gratis ke Tiga Kota Dunia

* Kesempatan Emas dari Marlboro Light Connection

LIBURAN gratis dengan layanan VIP ke tiga kota ternama di dunia, Berlin, Istanbul, dan New York? Kiranya tak ada yang menolak kesempatan untuk itu. Bukan mimpi, liburan ke tiga tempat tersebut selama 10 hari tanpa biaya sepeser pun. Adalah Marlboro sebagai brand internasional menawarkan kesempatan itu melalui program unggulan terbarunya, Marlboro Light Connection. Programnya sendiri terbilang unik dan eksklusif.

“Kami ingin menawarkan pengalaman kelas dunia yang tak akan terlupakan seumur hidup. Program ini adalah gabungan kegiatan interaktif di dunia online dan offline untuk perokok dewasa di kota Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Medan, dan Bali,” jelas Manager Area Marketing PT HM Sampoerna Tbk. wilayah Bali, Youdi Mangundap saat media briefing di Kuta, akhir pekan lalu. 

Manager Area Marketing PT HM Sampoerna Tbk.
wilayah Bali, Youdi Mangundap saat
memperkenalkan program Marlboro Light Connection
Dijelaskan, dua orang pemenang akan dipilih untuk mendapatkan kesempatan berlibur sepuluh hari di destinasi lifestyle dunia di tiga negara di tiga benua, Berlin (Jerman/Eropa), Istanbul (Turki/Asia), dan New York (Amerika), April 2012. Di Berlin, pemenang akan berksempatan clubbing di klub terbesar di Eropa; lalu berpesta di atas kapal pesiar menyusuri Istanbul; hingga melakukan pemotretan di New York dengan fotografer terkemuka Amerika.

Untuk mengikuti program ini, mereka yang berminat bisa mendaftar sebagai peserta melalui sutus www.marlboro.co.id. Di tahap awal, peserta harus melalui tahap verifikasi data, selanjutnya peserta dapat mengikuti setiap petunjuk untuk mendapatkan kode untuk mendapatkan 12 badges yang berbeda (masing-masing 4 badges untuk kota tujuan. Selain website, kode juga bisa didapatkan melalui acara Marlboro (Vibes dan Sundaze), DST (Direct Selling Team), iklan di media cetak maupun online, billboard Marlboro dan tempat-tempat lain yang akan diumumkan secara bertahap mulai 7 Oktober – 15 Desember 2011.

“Kami yakin bahwa program terbaru kami ini akan mendapatkan respon dan apresiasi yang positif dari para party goers dan perokok dewasa kami,” ucap Youdi sembari menambahkan, meskipun diselenggarakan oleh brand rokok internasional, program Marlboro Light Connection tidak ada mensyaratkan pesertanya harus perokok, atau membeli rokok terlebih dahulu. Dengan demikian, siapa saja berkesempatan mengikuti program ini, dengan catatan adalah penduduk di Indonesia dan berusia 18 tahun ke atas. (adn) 

Minggu, 13 November 2011

Ketika Band “Grunge” Patungan Bikin Album Rekaman


15 grup band Bali beraliran grunge, bergabung membuat album rekaman. Jadilah “Bali Total Grunge” volume I, yang diluncurkan Sabtu (12/11) lalu di Denpasar. Selain menunjukkan eksistensi band masing-masing, album ini juga diharapkan menjadi tonggak bangkitnya kembali scene grunge di Bali. Menariknya, album kompilasi tersebut mereka kerjakan dengan dana patungan .....

KETIKA musik grunge sempat populer di tahun 90-an, Bali tak lepas dari imbasnya. Sejumlah grup band indie memilih jalur ini sebagai bentuk penyaluran kreativitas. Dan bisa ditebak, Nirvana menjadi salah satu ikon panutan. Namun seiring perjalanan waktu dan perkembangan,  trend grunge meredup dan grup yang dulunya memainkan musik ini tak sedikit yang bubar jalan atau beralih aliran. Sampai pada satu pertanyaan, apakah scene grunge masih ada di Indonesia khususnya Bali?
Pertanyaan ini mengusik salah satu musisi indie Bali, Ian Wisanggeni – yang sempat bergabung dengan grup Obligasi juga band berbahasa Bali, Dokar. Sampai pada satu kesimpulan, scene grunge di Indonesia khususnya di Bali ternyata masih ada dan mulai merangkat bangkit. “Saya pikir, kenapa kok di Bali tidak ada yang mau merangkul band-band grunge yang tersisa. Lalu pertengahan 2010, saya bersama Tewe (eks gitaris Obligasi) berencana merangkul band-band grunge se-Bali untuk tergabung dalam suatu komunitas dengan segala aktivitas positifnya,” jelas Ian.
Navicula dan Efek Batik
Turut dukung album Bali Total Grunge Compilation I
Situs jejaring sosial Facebook menjadi wadah untuk mengumpulkan grup band grunge yang masih ada di Bali. Hingga akhir 2010 tercatat tujuh band, Efek Batik, In Utero, Midbang, Otakering, Electric, dan dua band dari Tabanan, Spankmonera dan Naughtoria. Ketujuh grup ini kemudian mencetuskan satu komunitas yang diberi nama Bali Total Grunge Community. Terbentuknya komunitas ini juga mendapat sambutan baik dari rekan musisi lain, salah satunya Robi (vokalis Navicula, band indie Bali yang juga kental dengan warna grunge) yang kemudian bersedia menjadi penasehat. Setelah menggelar pertunjukan bersama Mei silam dengan bintang tamu Cupumanik (Bandung) dan Alien Sick (Jakarta), muncul ide untuk membuat rekaman bersama.
Hampir enam bulan dihabiskan untuk menggodok konsep dan proses rekaman, akhirnya 15 grup band ambil bagian di album kompilasi “Bali Total Grunge Vol. I”. Mereka yang ambil bagian mulai dari Navicula, Nymphea, Efek Batik, In Utero, Midbang, Otakering, Electric, Spankmonera, Naughtoria, Negative, Moist Vagina, Nameless Noise, Nocturnal, Valium, dan Balian. “Mohon dukungan dan doanya, semoga album ini bisa diterima penikmat musik dan aktivitas Bali Total Grunge Community dapat terus berlanjut,” harap Ian. (adn)

Ve Bawa "Kenangan Cinta" ke Daerah-daerah

Verina, saat promosi "Kenangan Cinta" di Denpasar, pekan lalu
INDUSTRI musik Indonesia memang penuh kejutan. Persaingan yang ketat, trend yang cepat berubah, hingga menjamurnya karya yang  lebih mengutamakan sisi komersil semata. Tak heran kalau banyak yang pesimis, industri musik Tanah Air saat ini akan menghasilkan lagi talenta baru yang memang layak diapresiasi. Namun anggapan itu terbantahkan dengan munculnya penyanyi belia pendatang baru, Verina, yang memproklamirkan namanya singkat saja, Ve.

Ve baru saja merampungkan 10 lagu rekaman yang dikemas dalam satu album bertajuk “Kenangan Cinta”. Satu catatan tersendiri, sembilan lagu di antaranya merupakan buah karya Ve sendiri, yang baru berusia 17 tahun. Adalah musisi sekaligus pemandu bakat Tamam Hoesein yang berperan memulas Ve dari awal penggarapan lagu hingga proses rekaman. Menariknya, untuk memperkenalkan lagu-lagunya, Ve tidak serta merta melakukan promosi besar-besaran secara nasional dengan memanfaatkan media yang ada terutama televisi dan radio.

Didampingi  pengamat musik Bens Leo sebagai komentator, Ve justru “bergerilya” ke daerah-daerah dulu, bertatap muka dan berbincang dengan media massa serta para music director radio-radio setempat. Diawali dari Malang, Surabaya, minggu lalu Ve menuju Denpasar, Bali. “Ini satu strategi yang beda untuk Ve. Ketika banyak penyanyi yang mengawali promosi dari Ibukota secara nasional, kami memilih untuk mendekatkan diri dengan rekan-rekan dari radio dan media massa di daerah. Terlebih lagi sekarang ada begitu banyak televisi lokal di masing-masing daerah, kami rasa ini sangat potensial untuk mendukung promosi secara langsung,” jelas Bens Leo sembari menambahkan, setelah membidik sasaran di daerah, barulah gongnya digemakan dari Jakarta.

Ve bukanlah bakat instan yang dipermak dalam waktu sekejap. Dara yang punya nama lengkap Veronica Verina Setyabudhi ini sudah mengawali kiprah di dunia tarik suara sejak kecil. Bahkan melalui berbagai ajang kompetisi vokal di Jakarta, Jawa Timur dan Bali, ia sudah mengumpulkan 33 gelar juara I dan 19 gelar juara II. Menjadi penyanyi rekaman dan bisa dikenal secara nasional menjadi impian Ve berikutnya. “Mohon dukungannya ya, semoga lagu-lagu Ve bisa diterima dan disukai masyarakat secara luas,” ujar Ve sambil tersenyum ceria, khas remaja.

Meskipun sebagian besar lagunya bertemakan remaja dan percintaan seperti “Selalu Ada Untukku”, “Home Alone”, “I Miss You”, “Hidup”, “Kenangan Cinta”, “Pesta”, Kupilih Jalan Hidupku”, “Tersipu”, Ve juga membuat lagu dengan tema edukatif seperti “Semangat Belajar”, “Mama dan Papa”, termasuk satu lagu bertemakan cinta Tanah Air, “Indahnya Indonesiaku”.

Dari kaca mata Bens Leo, penyanyi kelahiran 29 Juli 1994 ini punya talenta luar biasa. Ia tak hanya bisa menyanyi dan pandai menciptakan sendiri lagu yang dibawakan, namun juga memiliki warna vokal khas yang mengarah pada timbre mezzo sopran, sebagaimana yang dimiliki penyanyi senior seperti Berlian Hutauruk, yang menyanyi dengan range vokal lebar dan teknik menyanyi yang tinggi.

“Ve harus siap menghadapi persaingan yang  ketat di industri showbiz, dan ia layak kita dorong untuk bisa berkarya lebih optimal. Satu saat nanti bukan tak mungkin ada Melly Goeslaw, Titek Puspa, Kikan yang baru, yakni perempuan yang punya bakat ganda sebagai penyanyi dan pencipta lagu, dan dia adalah Verina,” komentar Bens Leo. (adn)

Sabtu, 12 November 2011

Pentas Kolaborasi, bukan Hilangkan Ciri Khas

Nanoe Biroe, Widi Widiana, dan Yong Sagita
MENUJU pergelaran “Tiga Bintang Bali Live In Concert”, Minggu (13/11), semua persiapan sudah rampung. Konsep pertunjukan pun sudah makin matang. Sementara ketiga pengisi acara, Yong Sagita, Widi Widiana, dan Nanoe Biroe sudah mantap dengan beberapa  kali latihan secara maraton dalam beberapa hari terakhir.  “Meskipun konsepnya kolaborasi, bukan berarti ketiga penyanyi yang sudah punya karakter masing-masing akan melebur, atau menghilangkan ciri khas masing-masing,”  jelas Nanoe Biroe saat temu wartawan di Akasaka Music Club, Jumat lalu.

Menurutnya, memang dalam pentas nanti akan ada tukar-tukaran lagu, misalnya Nanoe akan menyanyikan lagu Yong Sagita dengan karakternya sendiri, Yong Sagita akan membawakan lagu Widi Widiana dengan gayanya, begitu juga Widi Widiana menyanyikan lagu Nanoe dengan interpretasinya sendiri. Dengan cara seperti itu bukan berarti masing-masing penyanyi akan kehilangan warna, justru malah akan menjadi lebih berwarna. “Pokoknya akan ada sesuatu yang khusus, rencananya seperti apa, hanya kami dan Tuhan yang tahu,” seloroh Nanoe.

Sementara itu Yong Sagita sendiri mengaku sangat antusias dengan konser tiga generasi, sekaligus konser tiga bintang yang menjadi “raja panggung” di masing-masing eranya ini. “Saking semangatnya menyanyi kembali bersama adik-adik saya di lagu pop Bali ini, suara saya sampai nyaris habis. Maklum, sudah lama tidak tarik suara, sekarang baru muncul lagi,” ujar penyanyi berkumis yang nyaris tiga tahunan absen dari panggung pertunjukan musik untuk umum ini.

Di sisi lain Widi Widiana berharap dengan konser tiga bintang ini dapat menyegarkan kembali perkembangangan lagu pop Bali, syukur-syukur mampu memberi dorongan semangat kepada rekan musisi dan penyanyi lain untuk tetap aktif berkarya dan makin kreatif dalam menjaga kelangsungan lagu pop Bali.

Konser Tiga Bintang Bali akan digelar di Akasaka Music Club, Denpasar, Minggu 13 November 2011 mulai pukul 22.00 wita. Turut tampil sebagai pembuka, grup band K’Unkz featuring Yupink “Badudawati”. Tiga bintang sendiri akan memainkan sekitar 20 nomnor lagu dari hits masing-masing, baik yang dinyanyikan sendiri, kolaborasi, atau tukar-tukaran lagu. Menurut Hendra dari pihak Akasaka, mementaskan penyanyi lagu Bali menjadi satu upaya untuk turut memberi tempat bagi musisi lokal guna menunjukkan eksistensi, sekaligus membuktikan kalau mereka bisa tampil sejajar dengan musisi ibukota. (*adn)

Kamis, 10 November 2011

Kolaborasi Tiga Raja Panggung Lagu Bali

TIGA bintang lagu Bali, Yong Sagita, Widi Widiana, dan Nanoe Biroe, akan tampil sepanggung dalam satu pergelaran yang diberi judul “Konser Tiga Generasi” di Akasaka Music Club, Denpasar, Minggu 13 November 2011. Bukan hanya tiga generasi, ketiganya juga sudah dianggap sebagai pionir, ikon pada masing-masing dekade dimana mereka muncul dengan corak tersendiri. Bahkan bisa dikatakan, ketiganya juga merupakan “raja panggung” di era masing-masing.
Adalah Forbanas (Forum Bantu Nanoe Biroe Go Nasional) yang mewujudkan ide pertunjukan lagu Bali yang memang beda dari yang sudah-sudah ini. “Ide awalnya adalah penggalian dana untuk program Nanoe Biroe go national. Kemudian berkembang menjadi satu ide untuk bikin pentas kolaborasi,” ujar Nanoe Biroe kepada Bali Music Magazine.

Sampai saat tulisan ini disusun, menurut Nanoe persiapan sudah benar-benar matang. Ketiga bintang yang akan tampil sudah beberapa kali melakukan latihan. Menariknya, mereka tidak hanya akan tampil sepanggung, namun benar-benar berkolaborasi. Selain medley hits masing-masing, mereka juga akan saling tukar lagu di atas pentas.
Exciting ... ini sesuatu yang baru, karena kami akan bertukar lagu dan menyanyikan lagu masing-masing tidak dengan iringan musik seperti biasanya,” komentar Widi Widiana yang sudah menghasilkan lebih dari 10 album lagu pop Bali.

Bagi Yong Sagita sebagai salah satu dedengkot penyanyi lagu Bali, keinginan untuk pentas kolaborasi dengan penyanyi generasi baru sebenarnya sudah muncul sejak 2002. Namun karena kesibukannya, tidak memungkinkan untuk mengurus sendiri. “Kebetulan beberapa waktu lalu tanpa sengaja saya ketemu sama Nanoe di warung Mister Yong, dalam rangka kegiatan sosial, menggali dana untuk pura Griya Perak. Nah, kok muncul lagi ide ini, dan berlanjut kebeberapa kali pertemuan. Astungkara jadilah seperti sekarang,” terang penyanyi yang dikenal dengan ciri khas kumis tebalnya ini.
Bagi Yong Sagita yang ngetop di akhir 80-an hingga pertengahan 90-an, konser tiga bintang ini bukan sekadar nostalgia. “Ini betul betul pertunjukan kolaborasi antara saya sebagai generasi  awal Pop Bali dengan generasi kedua Widi Widiana dan generasi ketiga Nanoe Biroe,” ujarnya.

Yong juga tidak segan membocorkan konsep pertunjukan yang akan dilakoninya. Untuk pertama kali ia akan memainkan lagu “Lanang Wadon” diiringi grup band yang biasa main bersama Nanoe Biroe. Sedangkan untuk lagu solo, ia akan diiringi musik dari Dek Artha. Yong juga akan membawakan dua hits-nya Widi Widiana, salah satunya “Kupu-kupu Nakal”.

Setelah pertunjukan nanti, konon ke depannya tidak tertutup kemungkinan pentas kolaborasi ini juga akan digelar di beberapa tempat lain di berbagai daerah di Bali.

YONG SAGITA



Sebelum populer sebagai salah satu penyanyi idola, Yong Sagita mengawali kiprahnya di rekaman lagu pop Bali dari Aneka Record dengan membentuk grup 2S (Sagita dan Sayub), yang sempat menghasilkan album “Madu teken Tuba” (1985). Dari judulnya bisa ditebak, ada keinginan mengekor sukses “Madu dan Racun” (Bill & Broad) yang tengah populer saat itu. Album pertama itu sempat memunculkan hits “Toris”. Setahun kemudian, Yong Sagita muncul di album “Ngipi Lucut”.
Kelar dua album, Yong Sagita mencoba beralih ke ke Maharani Record. Sempat mendapat penolakan, setelah beberapa bulan baru ia dipanggil untuk rekaman. Di sini, kiprahnya kian berkembang, dan popularitasnya makin menanjak. Muncullah sejumlah album dengan beragam hits mulai dari “Karmina”, “Aksi Luar Negeri”, “Ngiler Ngiler“, “Jaja Kakne”, hingga “30-11-91”. Yong Sagita juga dikenal dengan duetnya bersama Alit Adiari seperti di lagu “Raka Rai” serta “Lanang Wadon”. Sayangnya, popularitas sempat melenakan pria asal Buleleng ini. Memasuki pertengahan 90-an, kariernya kian meredup. Namun semangatnya berkarya di musik tak pernah habis. Awal 2000-an, ia kembali ke Aneka Record. Beberapa album baru seperti “Nenggel” dan “Yayang” dihasilkannya, sebagai upaya untuk menunjukkan eksistensi di blantika musik pop Bali.

Yong Sagita tentu saja mengaku sangat bangga karena kini tak sedikit yang menyebutnya sebagai salah satu penyanyi lagu Bali legendaris. Namun di balik itu ia pun merasa sedih karena belum mampu lagi memberikan yang terbaik buat penggemar. Ia sendiri mengaku awalnya tak pernah bermimpi akan menjadi penyanyi lagu pop Bali. Kegemarannya akan musik muncul begitu saja. Begitupun keberaniannya untuk mencoba berbuat sesuatu.

“Kalau saya sendiri awalnya hanya berpikir jadi seorang sopir saja. Kalau akhirnya menjadi penyanyi lagu pop Bali dan terjun ke rekaman, saya sangat yakin, hidup ini adalah kehendak. Segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak juga. Karenanya sekarang saya makin enjoy saja menghadapi hidup ini... ya apa adanya,” ujarnya.

Meskipun cukup banyak hits yang dihasilkan, penyanyi yang tak pernah lepas dari ciri kumis tebal ini mengaku tidak ada lagu yang paling istimewa atau berkesan khusus. Baginya, semua lagu yang ia ciptakan sebelum 1994, semuanya punya kesan mendalam. Apalagi semuanya muncul begitu saja, mengalir tanpa ada rasa terpaksa untuk menulis. Jadi semua lagu ia anggap sama, semua lagu punya kesan. Hanya untuk karya-karya selanjutnya, Yong Sagita mengaku sangat sulit mencapai hasil seperti dulu.

WIDI WIDIANA
Menelusuri perkembangan lagu pop Bali, sulit rasanya lepas dari nama Widi Widiana. Bagaimanapun, penyanyi asal Kuta ini pernah memberi warna tersendiri dan memunculkan semacam trend baru lagu pop berbahasa Bali dengan sentuhan nuansa musik mandarin. Penyanyi asal Legian, Kuta ini mengawali kariernya di Maharani Record awal 90-an dengan merilis rekaman bersama adik kandungnya, Sri Dianawati. Dari sini muncul hits “Luh Mebaju Barak”.

Hijrah ke Aneka Record, Widi makin melejit dengan album “Kasmaran” dan benar-benar booming dengan “Sesapi Putih” di pertengahan 90-an. Bersama Aneka Record, Widi merilis 10 album termasuk “Yen Saja Sayang”, “Metulak Singkal”, “Tresna Kaping Siki”, “Tekor Bubuh”, “Layonsari”, “Tepen Unduk”, hingga “Dasa Menit”, “Nganten Muda”, dan “Boya Guyu-guyu”. Ia juga sempat merilis album di bawah label sendiri dengan judul “Takut-takut Bani” yang menghasilkan hits “Janji Bulan November”.

Sampai awal 2000-an, nama Widi Widiana masih berkibar di puncak tangga lagu pop Bali, meskipun banyak penyanyi generasi baru bermunculan. ia masih berjaya dengan sejumlah hits seperti “Sampik Eng Tay”, ““Kupu-kupu Nakal”, “Suksma Hyang Widhi”, “Sayang”, “Kesiab-kesiab”, “Dokar Tresna” dan “Gek Cantik”.

Widi mengakui, belakangan intensitas pemunculannya di hadapan publik memang sangat jarang. Sesungguhnya ini bisa dimaklumi, karena secara menyeluruh pentas musik atau lagu Bali juga tidak seramai dulu. Selain itu lesunya peredaran rekaman berbahasa Bali turut berpengaruh. Ia pun menampik anggapan kalau ada kesan menyerah, lalu memutuskan untuk berhenti atau meninggalkan lagu pop Bali. “Sedikit pun tidak ada rasa menyerah atau keinginan untuk meninggalkan lagu Bali. Ketika kondisi memang tidak sebagus awal 2000 saat lagu Bali sedang booming, saya cuma memutuskan untuk mengambil jeda saja, sambil mempersiapkan apa yang harus saya lakukan ke depan,” jelasnya.

Keyakinan Widi untuk tidak menyerah dan percaya masih bisa berbuat sesuatu untuk lagu pop Bali tentunya bukan keyakinan dalam diri sendiri saja. Tak jarang saat pergi ke manapun, banyak yang bertanya-tanya, kapan ia akan muncul lagi. Pun, masih banyak yang menyatakan rindu atau kangen mendengar lagu-lagu Widi Widiana yang lama. Hal inilah yang kian menguatkan tekadnya untuk tetap bertahan.

NANOE BIROE
Ketika Nanoe, vokalis band indie Biroe merekam album lagu berbahasa Bali “Suba Kadung Matulis” akhir 2005, banyak yang hirau dengan album rekaman ini. Namun pelan tapi pasti, album ini mulai digemari hingga booming dan menjadi album lagu berbahasa Bali yang paling banyak diburu sepanjang 2006. Sukses album ini tak pelak menempatkan Nanoe sebagai idola baru bagi penikmat musik Bali.

Album kedua “Matunangan Ngajak Dewa”, Nanoe malah membukukan dua catatan rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan konsep sampul album kaset terpanjang, dan penyanyi yang mampu menjual lebih dari 1.000 album dalam waktu hanya dua jam saat peluncuran, lengkap dengan tanda tangan si penyanyi secara langsung di tempat.

Merekam lagu pop Bali sendiri bukan menjadi cita-cita atau keinginan utama Nanoe. Apalagi sebelumnya ia memang dikenal dengan band indie beraliran pop rock, Biroe. Kalau toh ada lagu pop Bali yang diciptakan, menurutnya bukan direncanakan. Keinginan itu datang begitu saja. Jadi awalnya merekam lagu berbahasa Bali dengan ramuan musik rock, ballad, semata-mata karena ingin menyuarakan apa yang sudah ditulis. Tidak heran kalau lagu-lagu Nanoe akhirnya bisa diterima, karena selain materi lagunya sangat dekat dengan keseharian, bahasanya juga mudah dimengerti. Tahun 2008 Nanoe merilis album VCD “Transisi Mimpi”,  sebelum melempar triple album “Metamorforia” di tahun 2009. Album keempatnya “Positif” dirilis 2010, sekaligus dibarengi dengan pemecahan rekor MURI menyanyi nonstop 80 jam. Di tahun 2011, Nanoe melepas album kelima dalam format CD “Matur Suk5ma”. (*adn)


Senin, 10 Oktober 2011

Akhirnya Widi Widiana Punya Putri

Pasangan Widi Widiana - Wenna dan sang putri yang baru lahir
PENYANYI lagu pop Bali, Widi Widiana akhirnya bisa bernapas lega. Wenna, sang istri, baru saja melahirkan se- orang bayi perempuan dengan selamat di RS Puri Bunda, Denpasar. Bayi mungil yang lahir pada penanggalan yang “unik”, hari Minggu 09-10-11 itu diberi nama Made Lintang Anindya Widiana.

Dengan demikian leng- kap sudah kebahagiaan pasangan ini, dengan sepasang putra-putri. Anak pertama, seorang putra yang diberi nama Putu Agra, dilahirkan Desember 2007. Apakah ada rencana mau nambah lagi? “Ah, nggak. Cukup sudah dua saja, putra dan putri,” ujar Wenna sambil tertawa kecil.

Widi Widiana yang banyak dikenal penggemar musik di Bali dengan lagu-lagu bernuansa pop mandarin, memutuskan untuk menambatkan hatinya pada Wenna, seorang dara asal Surabaya yang datang dan menetap di Bali sejak tahun 2000. Awalnya, Wenna hanyalah seorang “penggemar” yang kemudian berhasil mencuri hati Widi Widiana. Setelah berumah tangga, pelantun “Sesapi Putih” dan “Kupu-kupu Nakal”  ini masih tetap aktif menyanyi dan membuat rekaman. Terakhir, ia merilis “Gek Cantik” yang merupakan album ke-10 Widi Widiana di Aneka Record. (*adn)

Minggu, 09 Oktober 2011

Gus Teja Siap Rilis Album Kedua

Gus Teja
Berkat “Morning Happiness”, nama Gus Teja kini banyak dikenal penikmat musik. Banyak yang memuji, musik yang ia tampilkan selain inspiratif juga menawarkan kesejukan dan relaksasi. Namun tak banyak yang tahu, kalau ternyata semua alat musik dari bambu yang digunakan untuk rekaman, ia buat sendiri. Kini, Gus Teja juga sudah bersiap meluncurkan album kedua.

NAMA Gus Teja, belakangan makin akrab dengan penikmat musik khususnya yang bernuansa world music. Selain kalangan luas sampai ke mancanegara – yang membeli lagunya melalui situs di internet atau sekadar mengunduh gratis -- tak sedikit penggemar musik di Bali yang terbiasa dengan lagu pop atau rock berbahasa Bali, mendadak gemar dengan alunan instrumental yang dimainkan Gus Teja dan rekan-rekannya di bawah bendera Gus Teja World Music. Komposisi yang dimainkan terutama “Morning Happiness” berhasil membius siapa saja yang menyimaknya.

Menarik mendengar penuturan langsung Gus Teja, kalau sesungguhnya lagu yang menjadi salah satu materi di album CD “Rhytm of Paradise” itu sudah selesai direkam dan diedarkan akhir 2009. Namun “Morning Happiness” baru benar-benar popular memasuki triwulan pertama 2011, saat video klipnya ditayangkan di stasiun televisi lokal di Bali. Jadi butuh waktu setahun lebih untuk membuat pendengar musik “ngeh” kalau ada satu karya musisi Bali yang menawarkan nuansa berbeda. 

Rekaman “Rhytm of Paradise” yang menampilkan delapan lagu – antara lain “Situ Sayong”, “Galang Bulan” dan “Cening Putri Ayu”  -- digarap dan diproduseri sendiri oleh Gus Teja, tanpa melibatkan salah satu label rekaman yang sudah ada. “Sebetulnya ada salah satu pihak yang tertarik untuk memproduksi setelah saya perdengarkan materi lagunya. Tapi saya sendiri ingin mencoba menangani sendiri dulu, biar bisa memahami dan benar-benar tahu bagaimana proses serta seluk-beluknya,” jelas Gus Teja usai bincang-bincang mengenai perkembangan musik di Bali di BMC TV, beberapa waktu lalu.

Meskipun lebih banyak tampil memainkan suling tradisional, pemuda kelahiran Junjungan, Ubud, 29 tahun silam ini juga menguasai berbagai alat musik lain seperti perkusi dan gamelan Bali. Tidak mengherankan, karena jebolan Insititut Seni Indonesia (ISI) Bali ini sudah menaruh minat kuat terhadap dunia musik sejak remaja. Menariknya lagi, sebagian besar alat musik yang digunakannya dalam rekaman “Rhytm of Paradise” ia buat sendiri. Terutama seruling yang menjadi “senjata” andalannya. “Untuk album pertama, semua alat musik yang berbahan bambu, saya bikin sendiri. Dua tingklik baro dan semua suling, saya buat sendiri,” jelas Gus Teja.

Kini genap dua tahun setelah rilis rekaman pertama, Gus Teja sudah menyiapkan peluncuran album kedua. Proses rekaman sudah hampir selesai, bahkan sudah pula dilakukan pemotretan untuk sampul CD. “Rencana akhir Oktober ini sudah bisa dirilis ke masyarakat luas,” ujarnya. (*adn)