Lewat Seni, “Si Anak Nakal” Mengubah Citra
Komunitas seni Rarekual dalam dua penampilannya |
BULELENG tak pernah kehabisan bakat-bakat di
bidang seni, entah seni tradisional atau modern. Salah satu yang bersinar
namanya belakangan adalah Rarekual, komunitas seni yang belum lama ini menjuarai
grand final "Kompetisi Musik
Paling Aksi dan Kreatif" (Kompak) se-Jawa dan Bali yang diselenggarakan PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Selain hadiah yang nilainya cukup besar,
Rarekual juga rencananya akan diundang tampil di televisi nasional untuk acara Bukan
Empat Mata, dan Kick Andy. Selain itu bisik-bisik rencananya mereka juga akan
dikirim untuk acara festival music kreatif di Vietnam. “Ya semoga bisa berjalan lancar,” komentar Ngurah
Indra atau biasa dipanggil Wah “Rarekual”, salah satu pentolan komunitas ini.
Diceritakan, awalnya setahun silam Rarekual
hanya iseng mencoba mendaftarkan grup kecil mereka saat audisi di Buleleng, yang
ternyat berhasil meraih juara 1 untuk wilayah Buleleng. Kemenangan ini mengantarkan
mereka ke untuk final wilayah Bali dan Lombok di Denpasar. Kala itu Rarekual
hanya mencapai predikat runner-up. Siapa
sangka begitu saat seluruh pemenang dipertemukan untuk final tingkat nasional, awal
Juni silam, Rarekual menyodok ke peringkat teratas.
“Selain lomba jingle Semen Indonesia juga dipilih lagu ciptaan sendiri. Saat itu
kami mengangkat Lovina Bali menjadi tema lagu. Lirik lagu ini disenangi para
juri, karena dianggap mampu mengangkat pariwisata di daerah sendiri,” jelasnya
Komunitas Rarekual sendiri sesungguhnya sudah
cukup lama terbentuk. Berawal dari nama tabuh kreasi saat mengikuti Pesta
Kesenian Bali (PKB) Kabupaten Buleleng, tahun 2009. Kabarnya kiprah seni anak
muda ini muncul berawal dari kumpulan anak-anak trotoar yang suka bermusik di
trotoar. Hingga kemudian mereka mencoba berkreasi dengan teman-teman lainnya melalui
musik tradisi dan modern.
Saat berkumpul itulah tiada hari tanpa
candaan, lawakan dan tingkah jahil yang membuat mereka makin akrab satu sama
lain. Bahkan bisa dikatakan humor dan tingkah jahil menjadi “menu wajib” kalau
sedang latihan. Menurut Ngurah Indra, mereka cukup mudah dan sering berkumpul
dengan teman karena jarak rumah kita berdekatan. Kalau ada acara manusa yadnya dari tiap anggota,
biasanya kami ngayah bersama seperti
membuat penjor, dekor, ataupun masang taring sampai matektekan.
Soal nama Rarekual (dalam bahasa Bali bisa
diartikan anak badung/nakal) muncul
secara spontan karena personelnya menyadari kalau mereka berasal dari anak
jalanan yang bisa dikatakan “nakal”, namun kreatif dalam ide seni. Sesuai
dengan nama itulah, kemudian anggota komunitas ini bermaksud mengubah citra buruk
mereka di mata masyarakat dengan nama Rarekual.
“Karena sesungguhnya kenakalan seorang rare adalah kenakalan yang alami, dengan
rasa ingin tahu yang besar dan kreatif,” kilah Ngurah Indra.
Sampai saat ini komunitas Rarekual memiliki
anggota tetap 20-an orang. Karena sifatnya komunitas, tidak ada ikatan atau
larangan bagi personelnya untuk tampil atau mencari job sendiri-sendiri. Sehingga
di luar job atas nama komunitas, tak
jarang masing-masing personel biasa tampil dalam grup lebih kecil, atau turut
mendukung grup lain.
“Kami sadar dan sangat maklum kalau sebagai komunitas kami
tidak bisa atau tidak mampu untuk menggaji anggota grup. Namun demikian kami
percaya jika kami tekun dalam berkesenian, dan itu memang bisa dijual, maka
pasti akan kami realisasikan secara adil,” demikiah Wah “Rarekual”. *adn
thanks ya infonya !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id