APA kabar musik Indonesia? Perkembangan industri dan
pasar musik di tanah air boleh dibilang sangat cepat berubah. Produksi dan
pemasaran pita kaset dan cakram digital begitu drastis menurun ketika MP3
dengan cepat memasyarakat. Toko kaset atau kerennya music store yang dulu
menjamur kini sudah sangat sulit ditemukan terutama di kota seperti Denpasar
dan sekitarnya.
Dalam sekejap kemudian berganti era lagu sebagai
pengganti nada panggil atau ringback tone alias RBT (istilah ini dimunculkan
Telkomsel yang memang pertama memelopori). Siapa sangka RBT yang sempat
menggelembungkan pemasukan sejumlah artis dan produser, kini sudah merosot
tajam dan kian sedikit pemakainya.
Jika pita kaset dan CD makin sedikit diproduksi,
toko musik makin langka, RBT juga sudah meredup, apakah musik nasional sudah
tak bersinar terang lagi, tinggal kedip-kedip? Nanti dulu ... Diam-diam ada
trend baru dalam perkembangan industri musik tanah air. Pemasaran rekaman CD
kini tak lagi di toko musik, tapi di restoran, mini mart, bahkan yang tak
pernah terbayangkan sebelumnya di pom bensin alias SPBU!
Jualan CD musik melalui restoran, awalnya mungkin
sebatas terobosan kerjasama saja ketika salah satu jaringan restoran yang punya
banyak gerai di seluruh tanah air memproduksi CD musik eksklusif. Tinggal makan
atau beli paket menu, tambah sekian rupiah, langsung dapat satu CD musik. Cukup
diminati, lama-kelamaan malah sejumlah artis kenamaan nasional mau digaet atau
tak segan-segan “nitip jualan” melalui restoran serupa. Bahkan artis sekelas Agnes
Monica hingga TRIAD bekerjasama dengan jaringan KFC untuk memasarkan karya
mereka.
Dari restoran kemudian meluas ke mini mart. Band
sekaliber KLa Project yang merilis album khusus mereka “Exellentia” dalam
format CD, memilih bekerjasama dengan Alfa Mart yang memiliki jaringan cukup
luas secara nasional. Yang tak kalah uniknya, jualan rekaman melalui pom bensin
alias SPBU. Pesinetron Teuku Wisnu membuat terobosan ini setahun silam dengan
merilis CD “Cerita Cinta”. Belakangan grup band D’Bagindas juga ikut memasarkan
CD mereka secara eksklusif di SPBU saja.
“Ini memang trend baru, sah-sah saja jualan kaset
atau CD di rumah makan. Atau misalnya sambil makan di restoran dapat bonus CD
musik,” ujar pengamat musik Bens Leo saat bertandang ke Bali beberapa waktu
lalu.
Menurut Bens Leo, memang ada banyak pergeseran dalam
soal trend produksi atau menikmati musik saat ini. Ia menuturkan, malah di luar
negeri, mulai ada trend orang kembali beralih ke piringan hitam. “Kalau kembali
ke era pita kaset sepertinya sulit ya, tapi selalu ada perkembangan baru yang
menarik,” ujarnya.
Mencermati fenomena secara umum dalam industri dan
pemasaran musik secara nasional, kiranya produser atau musisi Bali mencoba hal
serupa. Kenapa tidak misalnya satu saat bisa beli kaset atau CD penyanyi pop
Bali di warung atau rumah makan nasi ayam betutu, atau rumah makan babi guling?
*** adn