* Pengabdi Seni Tanpa Pamrih itu Telah Pergi
SOSOK Nyoman Sura layak disebut sebagai pengabdi
seni tanpa pamrih. Hal itu disampaikan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI)
Denpasar, Dr. I Gede Arya Sugiartha S.SKar, M.Hum saat malam doa bersama untuk
alm. Nyoman Sura di panggung terbuka ISI Denpasar, Selasa (13/8) malam.
Menuturkan bagaimana mengenal almarhum sejak masih menjadi mahasiswa hingga
merintis karier sebagai penari dan koreografer dari bawah.
Julukan lain untuk almarhum Sura disampaikan musisi nasional
Dwiki Dharmawan, yang secara khusus datang ke Bali untuk turut memberikan doa.
Menurut Dwiki yang beberapa kali bekerjasama dengan Nyoman Sura, penari yang
juga menjadi dosen di almamaternya itu bisa dikatakan sebagai pahlawan seni
pertunjukan.
Acara malam doa untuk mengenang Nyoman Sura digelar
secara spontan dalam waktu persiapan yang sangat singkat oleh sejumlah rekan. Selain
pihak keluarga, civitas akademika ISI Denpasar, acara juga dihadiri “anak didik”
dan ratusan mahasiswa, serta kerabat dan sahabat dekat almarhum dari berbagai
kalangan. Tampak pula sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh seniman, seperti anggota
DPR RI, Gede Sumarjaya Linggih, Nyoman Suentra (seniman Jegog dari Jembrana),
presenter Sandrina Malakiano, dan sejumlah musisi serta penyanyi.
Secara bergiliran penyanyi yang pernah bekerjasama
dengan Sura, seperti Galuh Bilen, Ocha, dan Jun Bintang menyumbangkan suara
sekaligus memberikan kesan tentang seniman asal Kesiman, Denpasar tersebut. Dwiki
Dharmawan sempat pula memainkan satu nomor lagu di awal acara. Sebagai pamungkas
tampil Nyanyian Dharma -- yang didukung Dewa Budjana, Agung Wirasutha, Gus
Wicak, Ocha, Anggi, Denny Surya, Rico Mantara -- membawakan lagu “Mantramku” dan
“Doa Pertiwi”. Malam itu juga dipergelarkan sejumlah nomor tarian karya Nyoman
Sura, yang dibawakan oleh mahasiswa ISI Denpasar.
Satu hal yang luar biasa, dalam acara yang dipandu
Ayu Saraswati dan Agung Wirasutha malam itu juga terkumpul dana Rp 83,5 juta.
Selain Rp 18,5 juta dari kotak dana yang diisi oleh mereka yang hadir, 30 juta
dari lelang lukisan berjudul “Region of Sense” karya Sujana “Suklu”, dan Rp 35
juta didapat dari “jualan lagu” atas inisiatif Budjana yang meminta Balawan
memainkan satu lagu. Gitaris asal Batuan itupun memainkan “Berita Kepada Kawan”
(Ebiet G. Ade) khusus untuk Sura.
Tertarik Menari Sejak Kecil
Sebagaimana telah diberitakan, Nyoman Sura
meninggal dunia Jumat (9/8) karena infeksi paru-paru dan tumor pankreas.
Jenazahnya masih disemayamkan di kamar Jenazah RSUP Sanglah, dan baru akan
dibawa pulang Kamis (15/8) besok untuk serangkaian upacara sebelum palebon,
Jumat (16/8).
I Nyoman Sura dilahirkan di Denpasar, 10 April 1976.
Ketertarikannya terhadap seni tari diawali dari kegemaran menonton latihan tari
di balai banjar. Sura senang mengamati gerakan-gerakan tari Bali yang
diperagakan peserta latihan. Dengan keinginan dibarengi bakat yang kuat di
bidang tari, selepas SMA, Sura melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Seni
Indonesia (STSI) Denpasar. Karena bercita-cita menjadi penari dan penata tari
yang andal, sejak mahasiswa ia rajin mengikuti berbagai pementasan, perlombaan
dan festival tari, baik di tingkat lokal maupun nasional. Lulus dari STSI
Denpasar tahun 1996, sejak itu menjadi staf pengajar di almamaternya sambil
terus mengembangkan kemampuan koreografinya. Tahun 2009 ia menempuh pendidikan
S-2 Penciptaan Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
Sebagai koreografer, Sura memusatkan garapannya
pada tari kontemporer. Namun tak berarti dia menjauhi seni tradisi Bali yang
melahirkannya. Jiwa tari tradisi tetap bertahan dalam banyak garapan tari
kontemporernya. Sura juga memiliki kepedulian yang besar terhadap lingkungan
dan masyarakat seperti tercermin dalam beberapa karyanya yang memanfaatkan
sampah sebagai kostum tari dan pada “Ritus Legong” (2002). Kepedulian sosial
dibuktikan Sura dengan mengadakan diskusi setelah pementasan untuk menjelaskan
konsep karyanya sampai apresian mengerti dan paham. Karya Sura juga sarat nilai
kemanusiaan, seperti “Bulan Mati” (2003) yang menyiratkan makna bahwa kegembiraan
selalu dibarengi dengan kesedihan sedangkan “That Time” (2004) memuat nilai
ketulusan dalam menghadapi kematian. Tari “The Lost” (2010) merepresentasikan
bahwa kekuatan tidak bisa bertahan selamanya. *adn
Gelar doa bersama untuk Sang Maestro, I Nyoman Sura, Selasa (13/8) malam :
|
Dwiki Dharmawan |
|
Emoni |
|
Galuh Bilen |
|
Salah satu tari garapan Nyoman Sura alm. |
|
Wayan Balawan |
|
Nyanyian Dharma |
|
Jun Bintang |