Kamis, 21 Juli 2011

Pramusti Award; Apresiasi untuk Insan Lagu Pop Bali

Malam Apresiasi Musik Bali, salah satu ajang penghargaan bagi insan lagu Bali. Kali ini giliran Pramusti Bali yang akan menggelar acara serupa, Agustus mendatang.
SETELAH sekian lama tidak ada ajang apresiasi atau penghargaan untuk insan musik di Bali, khususnya untuk lagu berbahasa Bali, dalam waktu dekat akan muncul Pramusti Award. Menilik namanya, jelas penghargaan ini digagas dan diselanggarakan oleh Persatuan Artis Musisi, Pencipta Lagu, dan Insan Seni Musik (Pramusti) Bali. "Ya, kami rasa sudah pada tempatnya Pramusti Bali merancang acara seperti ini, selain sebagai bentuk apresiasi juga memacu semangat insan musik pop Bali," ujar Ngurah Murtana, ketua Pramusti Bali, Rabu (20/7) kemarin.

Sebetulnya, Pramusti Award direncanakan berlangsung Mei lalu, seusai Pramusti Bali Fun Bike. Namun karena kesibukan mempersiapkan gelaran drama musikal di ajang PKB ke-33, sekaligus untuk lebih memantapkan konsep, akhirnya acara dimundur beberapa bulan. Kali ini, Pramusti Award digadang-gadang akan berlangsung akhir Agustus 2011, berbarengan dengan event Pameran Pembangunan Bali di Taman Budaya, Denpasar.

Rahman menjelaskan, Pramusti Award akan memberikan penghargaan kepada insan lagu berbahasa Bali, baik untuk kategori populer maupun terbaik. Di antaranya penyanyi terbaik (pria dan wanita), grup band terbaik, lagu terbaik, album terbaik, penata musik terbaik, video klip terbaik, juga penyanyi dan lagu terpopuler. Saat ini, panitia sudah mulai mensosialisasikan kepada insan lagu berbahasa Bali yang sudah mengeluarkan album rekaman untuk mendaftarkan karya mereka ke Pramusti Bali untuk diikutsertakan ke dalam penilaian. Untuk Pramusti Award 2011, penilaian akan mencakup keseluruhan album rekaman (baik dalam bentuk kaset maupun CD) yang dirilis dalam kurun waktu Januari 2010 s.d. Juni 2011.

Mengenai konsep acara apakah akan digelar untuk undangan dari kalangan artris dan musisi saja, atau  bakal dibuka untuk penonton dari masyarakat umum, menurut Rahman masih akan digodok lebih lanjut. Yang jelas ia berharap pendaftaran dan pendataan peserta sudah bisa kelar minggu pertama Agustus nanti,. Pramusti Award melanjutkan acara penghargaan serupa yang pernah digelar, sejak Gita DenPost Award (terakhir digelar 2007), Radar Bali Music Award, dan Malam Apresiasi Musik Bali (yang juga melibatkan komunitas musik indie Bali ke dalam penilaiannya). ***

Selasa, 19 Juli 2011

Semar, Berempat Makin Kompak

SEMAR : Dari kiri ke kanan, Ame, Agus, Harry, Ogi
PERGANTIAN personel sudah galib dalam grup music di manapun. Terlebih lagi untuk band-band indie yang memang rentan dengan masalah ini. Semar, salah satu band yang besar di berbagai ajang lomba dalam dua tahun terakhir, merasakan sekali bagaimana susahnya menghadapi pergantian personel.
Awalnya, grup yang terbentuk 2009 ini sudah solid dengan formasi minimalis, Agus (gitar, vocal), Ragil (bass), dan Ame (drum). Namun awal 2011, karena sesuatu dan lain hal, Ragil  mengundurkan diri. Walau berat bagi Agus dan Ame melepaskan personel yang dirasa sudah menyatu dengan Semar ini, mereka harus berusaha untuk tetap eksis dengan segera mencari pengganti. Beruntung, mereka bisa menggaet, Harry, bassist yang juga punya kemampuan bermain bagus dan cepat bisa menyesuaikan diri dengan grup.
Justru saat Semar sedang bangkit kembali, dan merampungkan demo album berjudul “Love Story”, Ame sang drummer mengundurkan diri. Beban berat juga bagi Agus dan Harry untuk segera menemukan pengganti saat mereka sedang menghadapi beberapa jadwal main juga ikut kompetisi. Terpaksa dalam beberapa penampilan terakhir, mereka menggunakan additional drummer, salah satunya D’fat dari grup Neofelist. Menariknya, untuk memperkuat penampilan, Semar juga menambah gitaris, Ogi.
Kepada Bali Music Magazine, Agus sempat mengaku berat juga kalau Semar ke depannya harus tergantung pada additional player. Sementara sederet mimpi untuk makin membesarkan grup ini terus membayangi. Namun Agus tak perlu khawatir berlama-lama, karena ternyata Ame, drummer Semar yang sempat mengundurkan diri, menyatakan kembali bergabung. “Akhirnya pemain drum kami kembali,” ujar Agus lega.

Lain dari itu, Semar juga sepakat merombak formasi. Ogi yang semula jadi additional player, resmi digaet sebagai personel keempat Semar. Menariknya, ia bertukar posisi dengan Harry, bassist Semar. "Sebetulnya Harry memang dasarnya main gitar, namun ketika kami ditinggal bassist, Harry masuk mengisi posisi itu. Sebaliknya, Ogi awalnya memang pemain bass. Jadi sekarang kembali ke pegangan masing-masing," jelas Agus.
Semar Band dikenal selain musikalitas personelnya yang mantap, juga kemampuan dari Agus, pioner grup ini dalam menggarap lagu dan mengaransemen musik. Gelar juara pun tak luput dari Semar saat unjuk kebolehan di berbagai ajang festival. Salah satunya runner-up Indie Music Festival VI yang digelar Bali Music Magazine tahun 2010, juga finalis sekaligus unggulan juara Indie Music Festival VII 2011. Sayang di saat final, Semar yang dijagokan dewan juri berhalangan tampil sehingga kesempatan menyabet best of the best terpaksa dilepaskan. Kini dengan formasi berempat, Semar makin kompak, dan berharap bisa lebih baik dan lebih sukses lagi ke depannya. ***

Senin, 18 Juli 2011

Ingin Bermain Musik dengan Jujur


RIWIN
DI antara begitu banyak musisi Bali khususnya pemain gitar, nama Riwin boleh dibilang sudah dianggap sebagai salah satu “senior” yang disegani. Bisa dimaklumi, sudah hampir 40 tahun ia bermain gitar. Mulai dari nge-band bersama dua saudaranya saat masih remaja, hingga di tahun 1976 bergabung dengan salah satu grup band kenamaan Indonesia saat itu, Pahama. 

Selepas dari Pahama, pria yang sempat menempuh kuliah di bidang biologi ini  kemudian banyak mengisi pertunjukan musik di tempat hiburan di Denpasar, Sanur, Kuta dan sekitarnya, termasuk salah satu tempat “legendaris” di Kuta dulu, Kayu Api. Tahun 1990, Riwin membentuk grup Tropical Transit, yang tak hanya mengisi berbagai acara di Bali namun juga sejumlah even bergengsi seperti Java Jazz Festival, hingga sempat pula melanglang buana.

Setelah sekian lama bermusik, baru di tahun 2010 lalu, pria bernama asli Ketut Riwiyana ini akhirnya merilis rekaman sendiri. Albumnya yang diberi judul “My Sexy Life” dikemas dalam bentuk CD yang memuat tujuh lagu seperti “Sanur”, “Gado-gado”, “Melayang”,  “Breakfast”, “Jazz Loop”, dan “Raga”. Berbicara tengan album, juga perjalanan bermusiknya selama ini, Bali Music Magazine sempat berbincang-bincang dengan pria yang dalam beberapa tahun terakhir juga melakoni aktivitas sebagai pemangku ini.

Ini pertanyaan usil, Anda sudah 30 tahun lebih bermusik, kenapa baru sekarang terpikir membuat album sendiri?
Ya karena baru sekarang kesampaian, he he he ..... Dari dulu saya selalu ada ide. Kadang ide muncul, saya langsung bikin lagunya. Ya cuma bikin saja, nggak dikeluarin. Nggak terpikir lagu ini nanti mau dijadikan apa. Ya bisa jadi ini karena kesibukan main, cari nafkah di musik, jadi nggak berpikir untuk harus rekaman dan sebagainya. Kalau ada yang bilang banyak musisi kafe atau istilahnya mereka yang sudah sibuk ngamen jadi lupa berkreasi sendiri, ya bisa juga dibilang seperti itu. Walaupun niat untuk berkarya sebenarnya tetap ada.

Apa yang membuat Anda bersemangat merampungkan album ini?
Yang membesarkan semangat saya jelas, dukungan dari teman-teman. Saya bikin lagu kemudian diperdengarkan, ternyata banyak yang suka dan mendorong saya untuk merekamnya. Begitu ada kesempatan, ya saya bikin saja. Saya berpikirnya sederhana saja, saya ingin membuat lagu kemudian direkam. Perkara apakah kemudian orang menilai karya saya bagus atau jelek, saya nggak terlalu memikirkan. Inilah karya saya.

Tapi kenapa harus menunggu lama?
Ya memang cukup lama juga, karena kalau saya menggarap musik, kadang-kadang merasa cocok, kadang tidak. Karena nantinya karya ini akan didengar orang lain, saya mencoba memilih biar benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Nah, itu lama juga prosesnya. Apapun kemudian komentar orang, setidaknya saya pribadi bisa mempertanggungjawabkan, bahwa inilah saya. Sama seperti halnya kalau saya bermain, ya saya main saja apa yang keluar dari dalam diri saya. Musik itu kan jujur?

Sebenarnya apa yang ingin Anda capai dari rilis album di usia yang mungkin bagi sebagian musisi lain sudah tak ada keinginan untuk rekaman?
Jujur saja saya ingin menembus dunia dengan karya saya, dan rekaman ini menjadi pembuka jalan. Apalagi setelah lagunya beredar melalui internet, banyak komentar dari seluruh dunia yang membuat saya berpikir ternyata apa yang saya bikin tidak jelek-jelek amat, he he he ..... Terus terang komentar mereka yang sudah mendengarkan karya saya melalui internet, membuat saya berbesar hati. Walaupun musik saya simpel, mereka bisa mengapresiasi, mereka bisa menghargai dengan baik.

Kenapa Anda memilih judul “My Sexy Life”?
Saya pikir apa yang saya tuangkan melalui lagu dalam rekaman ini mewakili sebagian perjalanan hodup saya. Kalau dipikir-pikir, semua dalam kehidupan ini “seksi”. Musik juga “seksi”. Ya inilah kehidupan saya ....

Soal keputusan untuk membuat rekaman yang lebih dominan instrumental?
Bagi saya memainkan intrumental, tanpa lirik atau kata-kata, ada keuntungannya juga. Lagu tanpa lirik, siapapun bisa menikmati tanpa batasan golongan atau suku bangsa misalnya. Kalau ada liriknya, mungkin ada orang asing yang tak paham, kita musti menjelaskan lagi maknanya.

(Riwin mulai menyukai musik sejak masih anak-anak. Saat duduk di bangku SMP ia sudah mulai bermusik. Gitar memang menjadi pilihannya sejak awal, walau semula baru bisa bermain sedikit saja. Perkenalannya dengan seorang bule hippies dari London di pantai, membuka lebih luas wawasannya soal musik. Bule itu malah memperkenalkan Riwin pada musik flamenco, yang menjadi dasarnya bermain gitar. Hingga ia pun kemudian mencoba menyerap dan mempelajari jenis musik apa saja.).

Di kalangan musisi Bali, Anda sudah dianggap sebagai senior, jagonya gitar. Apa pandangan Anda?
Buat saya, biar masyarakat yang menilai, saya jalani saja apa yang ingin saya lakukan. Saya memang sering juga berkomunikasi dengan musisi muda. Kalau saya ketemu musisi baru, mereka mainnya memang bagus, saya support. Malah tak jarang saya hampiri dan saya berikan dorongan semangat, kamu bagus!

Bagaimana Anda melihat potensi musisi muda di Bali saat ini?
Luar biasa. Saya pikir berani adu dengan musisi dari luar, nggak kalah kok. Saya rasa ini juga karena peran dari bermunculannya sekolah musik, studio musik yang kian menjamur, dan banyak anak-anak sekarang yang ingin bermain musik.

Anda sendiri lebih senang main musik sendiri atau dengan band?
Saya menikmati kedua-duanya. Bedanya kalau main sendiri, saya hanya bisa menikmati sendiri. Kalau main sama band kan lain, ada usaha kebersamaan.

Anda lebih suka main gitar akustik atau elektrik? 
Dua-duanya saya suka. Cuma belakangan saya lebih intens memainkan gitar akustik. Main gitar akustik lebih susah karena suaranya murni, tantangannya juga beda. Kalau main gitar elektrik kadang bisa kita siasati dengan efek, kalau gitar akustik lebih jujur. ***

Lebih Pas Lagu Melankolis

                                                                                                                                              Foto: Adnyana                                                  ARDIANTI PARAMITA (DIAN)
MESKIPUN sempat ngetop dengan lagu berirama rancak "Boya Milu-milu" dari album perdana, empat tahun silam, Ardianti Paramita alias Dian merasa lebih cocok membawakan lagu melankolis. Itu pula yang menjadi alasan Dian untuk lebih mewarnai album barunya "Ulian Tresna" dengan kebanyakan lagu-lagu bernuansa sama, balutan musik pop mellow.

"Karakter saya lebih pas untuk lagu-lagu melankolis," ujarnya di sela-sela peluncuran album barunya "Ulian Tresna" di Denpasar, Minggu (17/7).

Jika di album pertamanya Dian menghasilkan hits "Tusing Jodoh" garapan Jun "Bintang", kali ini Dian berpaling dengan membawakan lagu-lagu ciptaan Raff "4 WD". Bahkan nyaris seluruh lagu di album barunya merupakan karya Raff. Hanya ada satu lagu, "Januari" yang dibuat oleh salah satu penggemarnya dari Singaraja, khusus untuk dibawakan oleh Dian. Jika tidak, rencananya malah seluruh lagu akan diisi ciptaan Raff yang di luar aktivitas grupnya cukup rajin menciptakan lagu untuk penyanyi lain. Tak pelak, satu tanya muncul, mengapa musti dominan Raff?

"Tidak ada apa-apa. Kebetulan saja saya suka dan cocok dengan lagu ciptaan Raff. Satu hal yang menarik, saya tidak pernah membawa lagu pulang untuk dihafal. Biasanya saya ke studio, disodori lagu, saya pilih, lalu saya pelajari sebentar, langsung take. Kalau memang ada yang kurang pas atau perlu improvisasi, baru dihubungi lagi oleh arranger-nya," jelas Dian.

Dara kelahiran 20 Oktober 1987 ini mengawali kiprah di dunia tarik suara sejak masih duduk di bangku SMP dengan mengikuti berbagai ajang lomba seperti Pekan Seni Remaja Denpasar. Namanya makin dikenal publik setelah lolos ajang mencari bakat penyanyi di salah satu stasiun televisi nasional, pertengahan 2006. Di saat bersamaan, Dian juga meluncurkan album lagu pop Bali pertamanya "Boya Milu-milu". Berselang lima tahun dari album pertamanya, Dian yang kini bekerja sebagai PNS di lingkungan Pemkot Denpasar baru merilis album kedua. Menariknya, peluncuran albumnya yang berbarengan dengan peluncuran VCD The Best of XXX, dihadiri sejumlah pejabat teras di lingkungan Pemkot Denpasar. Tak terkecuali istri Walikota Denpasar yang juga Ketua BK3S kota Denpasar, Ny. Selly D. Mantra berkenan hadir.

"Ini satu bentuk dukungan yang luar biasa bagi saya," ucap Dian sumringah. ***

XXX Ditantang Bikin Lagu untuk Kota Denpasar


SYUKURAN & PELUNCURAN VCD “THE BEST OF XXX  VIDEO II”:
Rah Tut “XXX”, Dian, Rah Tu “XXX”, Sekkot Denpasar Rai Iswara, Ketua K3S Kota Denpasar Ny. Selly D. Mantra
SETELAH dianggap berhasil mengangkat potensi budaya Bali ke dalam lagu -- seperti dalam lagu "Omed-omedan", "Cupak Gerantang", "Sangut Delem" --, grup band XXX ditantang untuk membuat satu lagu yang bisa menjadi brand mark kota Denpasar. "Tantangan" itu disampaikan Sekretaris Kota Denpasar, Rai Iswara, ketika menghadiri syukuran sekaligus peluncuran VCD "The Best of XX - Video II" di Denpasar, Minggu (17/7) lalu.

"Saya harap XXX bisa membikin lagu untuk kota Denpasar yang akan selalu diingat dan bisa dinyanyikan semua orang tiap saat," ujar Rai Iswara. "Tantangan" itu disambut senyum simpul personel XXX, Rah Tut, Rah Tu, dan Rah Mink.

Meskipun membawakan aliran musik modern dengan sentuhan rock, hip hop, selama ini XXX tidak pernah lupa memasukkan warna tradisional Bali dalam karya mereka. Entah itu ke dalam garapan musik, penggunaan kata-kata dalam lirik lagu, atau pemilihan tema lagu. Hal ini juga kerap mereka tunjukkan dalam berbagai pementasan, atribut Bali tak pernah ketinggalan. Bahkan ketika pentas kolaborasi serangkaian Pesta Kesenian Bali ke-33, awal Juli lalu, personel XXX tampil mengejutkan dengan kostum penari baris. Bisa jadi, ini sebagai wujud nyata kebanggaan mereka sebagai putra daerah Bali, sebagaimana diungkapkan dalam lagu "Nak Bali".

Delapan tahun berkiprah di blantika musik pop Bali, XXX sudah menghasilkan dua rekaman the best dalam bentuk VCD, serta lima album rekaman dalam bentuk kaset, "Druwenang Sareng" (2003), "Jingkrak-jingkrak" (2004), "Bikul Pisuh" (2006), "Sangut Delem" (2008), "Nak Bali" (2010). ***